Jumat, 27 Mei 2011

This Guy is Striking me out.

Jang Geun Suk. Kenapa dia bener-bener keren di Marry Me Marry?Sangat tampan... I damn love his outfits! Dan dia benar-benar Hyde disini..


Take a look at this one outfit.
Awalnya gw gak terlalu exciting, tapi setelah nonton drama yang satu ini..wah...saya ngefans!!hahaha

Senin, 16 Mei 2011

Bishie Alert


Nee, seminggu yang lalu penuh dengan hal-hal menyenangkan. Walaupun ada juga hal menyedihkan~ Yah, Jumat adalah hari terakhir bersama my dear lecturer. Dia harus pergi ke Jakarta untuk belajar bahasa Jerman selama 7 bulan. Sedih ternyata...hiks. I`m gonna miss you ma`am..

Sabtu, acara terakhir Bunkasai UBH. Seruuu....! Bukan karena acaranya (Bunka UBH selalu gaje nee..) tapi karena...Horaaaa!!! Gw ketemu Bishie!!!! Cakep!! hohoho *fangirling abis*. Soalnya tuh orang mirip Yasu sih, lebih manis malah. Dia sukses bikin kita tereak-tereak norak macam groupies, padahal tau aja enggak. Tapi auranya emang J-rocker banget. Fashionnya, gaya jalannya, ngomongnya...nyaaaaa~~~ *nosebleed*

Ah,,,sampe-sampe diuber ke toilet buat minta potonya (Thx to Oin ^ ^). Ternyata karena kita heboh akhirnya tu orang yang balik nyamperin kita. Sayangnya waktu itu gw ngambil tas ke mobilnya Mochi :( Tapi sempat nimbrung juga kok. Ternyata dia bassist ben indo-visual kei asal Medan. Namanya Munade. Nama bennya CHOCORETTO. Ternyata di Medan udah ada yah ben visual yang abis-abisan kek gini, gw pikir di Pulau Jawa ajah.


Akhirnya si Munade ngasih album single Chocoretto. Judulnya Vampires. Covernya bikin gw mikir yang enggak-enggak, hahaha (inget kartu Ro).


Buat yang penasaran sama bennya. nih blog mereka : Chocoretto

Kamis, 12 Mei 2011

Thursday is...

Iam bilang "yakin lw pake sepatu itu?* sambil melirik ke kaki gw.

Conny bilang "Cieee...sepatunya....feminin yah sekarang...."

Fact: its hard to be feminine, its hard to be lady XD

Yay, today is great.


-This is my senpai gift-

Rabu, 11 Mei 2011

Balada Pustaka Rakyat


Pustaka Rakyat. Kubutuh kau seperti ikan butuh air. Terutama disaat-saat kusedang merajut mimpi, menjawab doa-doa malam ayah ibuku.

Pustaka Rakyat. Jika seandainya gempa tidak melanda daratan tempat aku dilahirkan, mungkin saat ini kau tak rata dengan tanah.

Pustaka Rakyat. Kota ini, ditempat ku menuntut ilmu, berdirilah engkau dengan megahnya. Di depanmu juga berdiri sebuah bangunan tempat orang nomor satu di daerah ini bekerja.

Pustaka Rakyat. Kau diberi nama seperti nama pahlawan kebanggaan daerah ini. Oh, bukan, kebanggaan Indonesia, negara kita, karena ia adalah seorang proklamator. Lihat saja, patung pahlawan itu berdiri kokoh di halamanmu. Ia tersenyum, mungkin ia bahagia melihat ibu-ibu, bapak-bapak, mahasiswa, murid SMA,SMP, dan SD datang kepadamu.

Pustaka Rakyat. Apakah kau tahu bagaimana cintanya pahlawan itu pada buku?Ia lah orang yang membawa enam belas peti buku dari pengasingannya di Tanah Merah ke Bandaneira. Ia mencintai buku seperti ia mencintai negara yang diperjuangkannya.

Pustaka Rakyat. Lihatlah dirimu. Berdiri dengan kokohnya, dilengkapi berbagai macam fasilitas. Buku-bukumu mungkin tak sebanyak buku-buku di perpustakaan universitas ternama. Tapi cukuplah untuk melengkapi referensi makalah-makalah, tugas sekolah, bahkan skripsi mahasiswa.

Tapi tahukah kau, Pustaka Rakyat. Banyak orang-orang yang membicarakanmu akhir-akhir ini. Kukatakan saja padamu, mereka membicarakan keburukanmu. Marahkah kau jika aku secara jujur mengatakannya padamu?Ah, kupikir kau tak akan marah, karena kau mugkin juga merasakannya.

Pustaka Rakyat. Aku heran, beberapa waktu lalu aku dan teman-temanku sedang membaca di ruang baca kelompok. Lalu datanglah seorang Ibu yang mengatakan bahwa tempat itu bukan ruang baca, tetapi tempat sembahyang. Beberapa waktu sebelumnya, ada lagi seorang ibu yang datang untuk makan dan tidur disana. Saat itu aku bingung, apakah matanya yang salah atau aku yang bebal. Tidakkah ia baca di depan pintu masuk tertulis dengan sangat jelasnya tulisan ruang baca grup. Sudah kukatakan padanya dengan baik-baik, tapi ia tetap bersikukuh dengan pendiriannya. Ah, sudahlah, mungkin tadi pagi ia menderita vertigo hingga susunan saraf-saraf otaknya kacau. Anggap saja begitu.

Pustaka Rakyat. Aku tidak pernah tahu kalau di pustaka ngobrol dan tertawa terbahak-bahak itu diizinkan. Maaf, bukan aku atau pengunjung yang lain yang melakukannya. Tapi pengelolamu. Ah, memalukan untuk mengatakannya padamu. Tapi begitulah kenyataannya. Tapi tenang, aku tidak akan menyalahkanmu. Kau tidak salah apa-apa.

Pustaka Rakyat. Ternyata kau dilengkapi juga dengan ruangan besar tempat pertemuan, perhelatan, atau acara-acara lain. Pernah suatu ketika, ketika kami sedang khusyuk membaca, terdengar suara gemuruh. Bukan, bukan dari langit. Tapi dari langit-langitmu. Lagi-lagi aku tidak tahu, apakah mereka yang sedang bersenang-senang disana tahu bahwa di bawahnya adalah pustaka. Tapi sekali lagi, aku tidak menyalahkanmu.

Pustaka Rakyat. Berapa banyak tuan-tuan yang ditugaskan menjagamu setiap hari?Setahuku, bukan satu atau dua. Tapi lebih dari itu. Tuan-tuan yang terhormat itu, adalah orang yang ditugaskan untuk membuat pengunjung merasa nyaman. Ah, jangankan merasa nyaman, orang-orang bahkan malas mengunjungimu lagi karena mereka.

Pustaka Rakyat. Tadi siang kawanku mengabarkan bahwa pengunjung tidak boleh lagi mencolokkan listrik ke komputer jinjingnya. Untuk mendisiplinkan alasannya. Peraturan baru lagi. Beberapa waktu lalu ada juga peraturan konyol yang mengharuskan pengunjung keluar ruangan saat sembahyang jumat.

Pustaka Rakyat. Sungguh, aku tidak menyalahkanmu.

Aku, hanya kecewa pada orang-orang yang digaji dari aliran dana rakyat.

Aku hanya kecewa pada keegoisan orang-orang dewasa yang membuat kebijakan yang mereka kira sangat bijaksana.

Aku hanya kecewa, mereka tidak bisa menjaga perasaan pahlawan yang didepanmu berdiri patungnya.

Minggu, 08 Mei 2011

Tanpa Kepala

Tanpa Kepala
oleh: Marsli N.O

Tanpa kepala mereka berjalan
Tanpa kepala

Mereka khazanahkan segala indera

Hidungnya di pinggul
Matanya di dada
Telinganya di pusar
Mulutnya di perut
Dan otaknya di lutut

Tanpa kepala mereka berjalan
Tanpa kepala mereka berbicara
Tanpa kepala mereka berfikir

Untuk sebuah wilayah
Bernama negara

ps: Marsli N.O.,mempunyai nama pena Ramli Selamat seorang penyair asal Terengganu, Malaysia.

Coffee Paradox

Just a cup. Its enough to melting my belly.


Just a cup. I trust on your power to make my brain alive.

Mungkin Seperti...


Mungkin seperti nyanyian pemotong rumput pagi ini

Mungkin seperti tumpukan puntung rokok di kamar mandi

Mungkin seperti kerasnya nasi karena lampu mati

Mungkin seperti debu-debu yang menempel dan tak mau pergi

Atau mungkin seperti...

Senin, 02 Mei 2011

Sajak Palsu

Sajak Palsu
oleh : Agus R. Sarjono

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah dengan sapaan palsu.
Lalu merekapun belajar sejarah palsu dan buku-buku palsu.
Di akhir sekolah mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka yang palsu.
Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah mereka ke rumah bapak dan ibu guru untuk menyerahkan amplop berisi perhatian dan rasa hormat palsu.
Sambil tersipu palsu dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru dan ibu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan nilai-nilai palsu yang baru.
masa sekolah demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu, ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan atau seniman palsu.
Dengan gaira tinggi mereka menghambur ke tengah pembangunan palsu dengan ekonomi palsu sebagai panglima palsu.
Mereka saksikan ramainya perniagaan palsu dengan ekspor dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus dan hadiah-hadiah palsu, tapi meminjam juga pinjaman dengan ijin surat palsu kepada bank negeri yang dijaga pejabat-pejabat palsu.
Masyarakat pun berniaga dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu.
Maka uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam nasib buruk palsu.
Lalu orang-orang palsu meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan gagasa-gagasan palsu di tengah seminar dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring dan palsu.

-Selamat hari pendidikan nasional-